At-Tauhid Edisi 16/02
“Amal hamba yang pertama kali akan dihisab adalah salatnya. Jika salatnya baik, dia sukses dan berhasil, dan jika salatnya rusak, dia sangat rugi” [1]
Hendaknya seorang muslim berusaha menyempurkan ibadah salatnya, di antaranya dengan menghindari kesalahan yang ada dalam salat.
2 jenis kesalahan dalam salat :
1. Kesalahan yang membatalkan salat: bisa mengurangi kadar rukun atau wajib salat
2. Kesalahan yang tidak sampai membatakan salat: tidak sampai mengurangi kadar rukun atau wajib salat
Di antara kesalahan yang sering kita jumpai :
1. Tidak tuma’ninah dalam salat
2. Was-was saat akan takbiratul ihram
3. Kesalahan dalam membaca surat Al-Fatihah
4. Bersedekap dengan posisi tangan miring
5. Tidak rukuk dan I’tidal dengan sempurna
6. Tidak menempelkan hidung ke tempat sujud saat sujud
7. Membuka tangan ketika salam
[1] H.R. an-Nasai, Turmudzi, dan dinilai sahiholeh Al-Albani
Bismillah. Allahumma yassir wa a’in
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal hamba yang pertama kali akan dihisab adalah salatnya. Jika salatnya baik, dia sukses dan berhasil, dan jika salatnya rusak, dia sangat rugi.” (H.R. an-Nasai, Turmudzi, dan dinilai sahiholeh Al-Albani).
Semua orang yang memahami hadits ini sangat menyadari, betapa pentingnya kedudukan salat dalam syariat. Dan untuk bisa mendapatkan nilai sempurna dalam salat, hampir tidak mungkin dilakukan oleh hamba, mengingat banyaknya kekurangan yang kita lakukan. Namun meskipun hampir tidak mungkin, seyogyanya kita tetap berusaha meningkatkan kualitas amal salat kita mendekati sempurna. Di antara usaha yang bisa kita lakukan adalah menekan semaksimal mungkin angka kesalahan yang terjadi selama kita salat.
Dua Kesalahan dalam Shalat
Pertama, kesalahan yang bisa membatalkan salat. Itulah semua kesalahan yang bisa mengurangi kadar rukun atau wajib salat. Sehingga seseorang dianggap belum mengerjakan rukun atau wajib salat tersebut.
Kedua, kesalahan yang tidak sampai membatalkan salat. Kesalahan ini tidak sampai mengurangi kadar rukun atau wajib salat.
Kesalahan yang Sering Terjadi dalam Shalat
Berikut beberapa kesalahan yang sering dilakukan kaum muslimin ketika salat. Sebagian ada yang mengancam keabsahan salatnya dan sebagian tidak sampai membatalkan salat.
1) Tidak thuma’ninah
Yang dimaksud tuma’ninah adalah posisi tubuh yang tenang ketika melakukan gerakan rukun tertentu dalam salat. Ukuran tenangnya adalah mencukupi untuk membaca satu kali doa pada rukun tersebut. Misalnya, tuma’ninah ketika rukuk, artinya posisi tubuh tenang setelah masuk ke posisi rukuk sempurna. Kemudian baru membaca doa rukuk, minimal sekali.
Sering kita saksikan, beberapa kaum muslimin tidak tuma’ninah. Mereka rukuk dan sujud terlalu cepat. Begitu sampai titik rukuk atau sujud, langsung bangkit. Ada kemungkinan, doa rukuk sudah dibaca ketika bergerak rukuk, sebelum berada pada posisi rukuk yan sempurna. Salat model semacam ini batal karena tidak tuma’ninah, mengingat tuma’ninah merupakan salah satu rukun salat.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, suatu ketika ada seseorang yang masuk masjid kemudian salat dua rakaat. Seusai salat, orang ini menghampiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang saat itu berada di masjid. Namun Nabi menyuruh orang ini untuk mengulangi salatnya. Setelah diulangi, orang ini balik lagi, dan disuruh mengulangi lagi salatnya. Ini berlangsung sampai 3 kali. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya cara salat yang benar. Ternyata masalah utama yang menyebabkan salatnya dinilai batal adalah kareka dia tidak tuma’ninah. Dia bergerak rukuk dan sujud terlalu cepat.
Hadits ini mejadi dalil bahwa tuma’ninah dalam salat termasuk rukun salat. Untuk menanggulanginya, tahan ketika kita sudah sempurna ruku’, atau sujud, kemudian baru baca doa rukuk atau doa sujud.
2) Was-was ketika takbiratul ihram
Kesalahan kedua ini banyak dialami oleh mereka yang berkeyakinan harus berbarengan persis antara niat di hati dan ucapan takbiratul ihram. Jika ada sedikit yang mengganggu dalam proses niatnya, dia langsung membatalkan diri dan mengulangi takbiratul ihram.
Perbuatan ini sejatinya telah diperingatkan para ulama. Berikut para ulama yang memberikan peringatan akan hal ini,
1. Ibnul Jauzi mengatakan, “Ada juga orang yang bertakbir kemudian dia batalkan takbirnya, bertakbir lagi, dia batalkan lagi, ketika imam mendekati rukuk, barulah orang yang terjangkiti was-was ini berhasil bertakbir, lalu mengejar rukuk imam. Sungguh aneh, mengapa dia baru berhasil niat ketika itu! Semua ini terjadi karena tipuan iblis yang menggodanya agar dia kehilangan keutamaan takbiratul ihram bersama imam.” (Talbis Iblis, hal. 169).
2. Imam Asy-Syafi’i mengingatkan, “Was-was ketika niat salat dan bersuci adalah bentuk kebodohan dengan syariat dan kurangnya akal.” (Al Qaulul Mubin fi Akhtha Mushallin, hal. 93).
Untuk mengobati penyakit ini, yakinkan bahwa anda sudah niat, tidak perlu diulangi, dan baca takbiratul ihram sekali. Inilah yang diajarkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apabila kamu ingin salat, wudhulah dengan sempurna, lalu menghadaplah ke arah kiblat, dan bertakbirlah.” (H.R. Bukhari). Anda perhatikan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengajarkan bacaan apapun sebelum salat dan beliau hanya mengajarkan takbir sekali.
3) Imam salah dalam membaca Al-Fatihah
Ketika seseorang merasa tidak bisa baca Al-Fatihah dengan baik, seharusnya dia tidak nekat untuk maju menjadi imam. Karena ini mengancam keabsahan salat makmumnya.
Imam Syafi’i mengatakan, “Orang yang salah bacaan Al Fatihah-nya yang menyebabkan perubahan makna (pada ayat-red), menurutku salatnya tidak sah, tidak sah pula orang yang salat di belakangnya. Jika salah di selain Al Fatihah, aku membencinya, meskipun tidak wajib mengulangi.
Karena jika dia tinggalkan selain Al-Fatihah dan hanya membaca Al-Fatihah, saya berharap salatnya diterima. Jika salatnya sah maka salat makmum juga sah, insya Allah. Jika kesalahannya pada Al-Fatihah atau lainnya, namun tidak mengubah makna, salatnya sah, namun saya benci dia jadi imam, apapun keadaannya.” (Al-Umm, 1/215).
4) Sedekap miring
Sebagian orang bersedekap dengan meletakkan kedua tangan tepat di atas jantungnya, atau di atas organ hatinya. Tidak ada satupun dalil yang menerangkan hal tersebut. Mereka merasa, salat dengan cara itu, hatinya atau jantungnya akan lebih tenang.
Kita semua sepakat, salat yang paling sempurna adalah salatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengajarkan bersedekap dengan cara demikian. Artinya, itu bukan metode agar salat kita menjadi khusyu’.
Masalah berikutnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang salat seperti layaknya orang yang berkacak pinggang. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang salat sambil ikhtishar.” (H.R. Bukhari).
Ikhtishar adalah meletakkan satu tangan di atas pinggang atau kedua tangan di atas kedua pinggang. (Sunan Turmudziketerangan hadits no. 384). Sementara kita memahami, orang yang bersedekap miring, menyebabkan salah satu sikunya keluar jauh dari tubuhnya, layaknya orang yang berkacak pinggang.
5) Tidak rukuk atau i’tidal dengan sempurna
Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika salat. Setelah selesai, orang tersebut ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama Anda salat semacam ini?” Orang ini menjawab, “40 tahun”. Hudzaifah mengatakan, “Engkau tidak dihitung salat selama 40 tahun (karena salatnya batal-pen)”. Lanjut Hudzaifah, “Jika kamu mati dan model salatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (H.R. Bukhari).
Hadits ini berbicara tentang orang yang tidak sempurna dalam melakukan gerakan rukun dalam salat. Misalnya, orang yang rukuk, sebelum posisi rukuk sempurna, dia sudah bangkit. Atau orang yang belum sempurna berdiri i’tidal (tubuh masih condong ke depan), dia sudah sujud.
6) Tidak menempelkan hidung ketika sujud
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar orang yang sujud benar-benar menempelkan hidungnya ke lantai. Beliau bersabda, “Allah tidak menerima salat bagi orang yang tidak menempelkan hidungnya ke tanah, sebagaimana dia menempelkan dahinya ke tanah” (H.R. Ibnu Abi Syaibah, ‘Abdurrazzaq, dan dinilai shahih oleh Al-Albani). Hadits ini menunjukkan menempelkan hidung ketika sujud hukumnya wajib.
7) Membuka tangan ketika salam
Salam ke kanan, membuka tangan kanan, salam ke kiri dengan membuka tangan kiri. Kebiasaan ini pernah dilakukan sebagian sahabat di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, “Ketika kami salat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami mengucapkan ‘Assalamu’alaikum wa rahmatullah – Assalamu alaikum wa rahmatullah’, sambil berisyarat dengan kedua tangan ke samping masing-masing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, ‘Mengapa kalian mengangkat tangan kalian, seperti keledai yang suka lari? Kalian cukup letakkan tangan kalian di paha kemudian salam menoleh ke saudaranya yang di samping kanan dan kirinya’.” (H.R. Muslim).
Penulis : Ustaz Ammi Nur Baits, S.T., B.A. (Dewan Pembina situs www.konsultasisyariah.com)
Muraja’ah : Ustaz Aris Munandar, M.P.I.